Banda Aceh | TubinNews.com — Ikatan Pecinta Alam (IKAPALA) Aceh menyampaikan kecaman atas pengerahan pasukan gajah dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree untuk membantu pembersihan sisa banjir di Pidie Jaya. Tindakan ini dinilai tidak hanya keliru secara moral, tetapi juga bertentangan dengan prinsip konservasi satwa liar.
Ketua Ikapala Aceh, Agus Fernanda Anis, menegaskan bahwa gajah Sumatera adalah satwa yang dilindungi secara hukum dan secara ekologis sedang berada dalam keadaan terancam.
“Gajah bukan relawan kemanusiaan. Mereka satwa liar yang harus dilindungi dan dipulihkan habitatnya, bukan digunakan sebagai alat untuk membersihkan puing banjir,” ujar Agus.
Ikapala Aceh menilai pengerahan gajah dalam respons pascabencana sebagai bentuk paradoks kebijakan lingkungan di Aceh. Menurut Agus, banjir yang terjadi justru merupakan akibat langsung dari rusaknya habitat gajah mulai dari perambahan hutan hingga konversi kawasan hutan menjadi perkebunan dan permukiman.
“Ini ironi yang menyedihkan. Hutan yang menjadi rumah mereka dirusak manusia, lalu ketika dampaknya kembali kepada kita, gajah yang menjadi salah satu korban utama malah disuruh membantu membersihkan sisa kerusakan,” tegas Agus.
Ikapala menekankan bahwa kapasitas penanganan pascabencana tidak boleh dibebankan kepada satwa liar. Selain tidak sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa, hal ini juga dapat menimbulkan risiko bagi gajah, pawang, dan masyarakat.
Agus mengingatkan bahwa pemerintah memiliki berbagai teknologi dan mesin yang memang dirancang untuk pembersihan pascabencana seperti ekskavator, loader, water jet, truk dump, hingga vacuum truck.
“Kita punya mesin. Kita punya teknologi. Mengapa memilih membebankan tugas itu pada satwa yang justru seharusnya kita lindungi?” katanya.
IKAPALA Aceh mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait menghentikan penggunaan gajah dalam operasi pembersihan pascabencana. Mengembalikan gajah ke kawasan konservasi untuk mencegah stres dan gangguan pada perilaku alaminya, menguatkan penegakan hukum atas aktivitas perambahan hutan di wilayah kantong gajah, melakukan rehabilitasi habitat satwa pascabencana secara komprehensif.
“Yang dibutuhkan Aceh bukan meminjam tenaga gajah, tetapi memperbaiki tata kelola hutan dan mengembalikan ruang hidup mereka,” pungkas Agus.









