Kasus TBC di Aceh Capai 12 Ribu Lebih, Indonesia Peringkat Kedua Global

|

DITAYANG:

Banda Aceh, Tubinnews.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh melaporkan bahwa sepanjang tahun 2024, kasus Tuberkulosis (TBC) di Aceh mencapai angka 12.656. Angka ini turut menempatkan Indonesia pada peringkat kedua global dalam kasus TBC, setelah India yang mencatat 1.060.000 kasus pada periode yang sama.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Aceh, Iman Murahman, menyatakan bahwa pencegahan, penemuan, dan pengobatan penyakit TBC di Aceh telah dilakukan melalui berbagai upaya. Salah satu langkah utama adalah melakukan skrining penyakit di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, serta pada populasi berisiko, termasuk di lembaga pemasyarakatan (LP).

“Kami juga melakukan investigasi kontak serumah dan kontak erat kasus TBC untuk menemukan kasus baru, serta memberikan pengobatan secara cepat dan tepat di masyarakat,” ujar Iman dalam keterangan resmi yang diterima Mc Aceh, Minggu (12/1/2025).

BACA JUGA  DPC GRIB Jaya Simalungun Serukan Pengawalan Suara untuk Kemenangan Quick Count Anton-Benny di Pilkada Simalungun 2024

Dikutip dari laman Pemerintah Aceh, Selasa (14/1) Untuk meningkatkan akses diagnosis TBC, Dinkes Aceh telah melakukan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) pada seluruh terduga TBC. Selain itu, mereka memastikan ketersediaan logistik obat di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.

Di sisi lain, Aceh juga menghadapi berbagai tantangan lain terkait penyakit menular. Angka kesakitan malaria pada tahun 2024 tercatat sebanyak 366 kasus, dengan penyebaran terbesar terjadi di Aceh Singkil. Kasus demam berdarah dengue (DBD) mencapai 3.044 kasus, tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh, menjadikannya angka tertinggi dalam lima tahun terakhir hingga awal 2025.

BACA JUGA  Kota Wisata Sampah, Parapat Sambut Tahun Baru dengan Pemandangan Ironis

Sementara itu, kasus HIV/AIDS di Aceh juga menjadi perhatian serius. Sepanjang 2024, ditemukan 348 kasus HIV/AIDS yang telah mendapatkan pengobatan. Menurut Iman, populasi berisiko terbesar terhadap penyebaran HIV/AIDS adalah lelaki seks lelaki (LSL) atau mereka yang berhubungan seksual sesama jenis.

Dalam rangka menangani HIV/AIDS, Dinkes Aceh telah melakukan skrining di puskesmas, rumah sakit, dan di komunitas berisiko. Mereka juga bekerja sama dengan lintas program terkait dan lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan skrining penyakit ini. Pengobatan bagi pasien yang telah terdeteksi dilakukan dengan pemberian obat antiretroviral (ARV) secara cepat dan tepat.

BACA JUGA  Kebakaran Tragis di Aceh Utara Renggut Tiga Nyawa

“Kami juga melakukan deteksi pada pasangan untuk menemukan kasus baru dan memberikan pengobatan yang tepat di masyarakat,” ungkap Iman.

Upaya lainnya meliputi peningkatan akses layanan Pengobatan Dukungan Perawatan (PDP) untuk meningkatkan penemuan dan pengobatan HIV/AIDS di tingkat kabupaten/kota, serta memperkuat keterlibatan fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Dinkes Aceh memastikan ketersediaan logistik obat HIV/AIDS di rumah sakit dan puskesmas untuk mendukung kelancaran pengobatan.

Iman juga mengimbau masyarakat Aceh, khususnya keluarga, untuk memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup kepada anak laki-laki agar terhindar dari risiko terpapar virus HIV dan penyakit AIDS.

“Keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan penyakit ini dengan memberikan edukasi dan perhatian yang maksimal,” tutupnya.