Simeulue | Tubinnews.com – Pada awal tahun 2025 masyarakat Simeulue dikejutkan oleh krisis obat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Simeulue sehingga menimbulkan pertanyaan besar dari masyarakat setempat.
Sebagai satu-satunya rumah sakit tipe C di wilayah tersebut, RSUD mengalami kekosongan stok obat esensial sejak November 2024. Kondisi ini diperparah oleh terbatasnya anggaran operasional yang jauh dari mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit, situasi ini mengancam kelangsungan layanan kesehatan bagi masyarakat Simeulue.
Kondisi darurat ini bukan hanya cerita pasien, di balik meja-meja rapat DPRK Simeulue desakan untuk mengaudit tuntas pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Simeulue terus menggema. Dana miliaran rupiah dari klaim BPJS Kesehatan telah masuk namun tidak jelas ke mana arah penggunaannya yang pasti.
Dalam rapat kerja dengan DPRK pada Februari 2025, terungkap bahwa selama tiga bulan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Simeulue, Andrianto telah mencairkan dana klaim BPJS sebesar Rp13 miliar.
Menurut mantan Direktur RSUD Simeulue itu, dana tersebut 50% digunakan untuk jasa pelayanan, Sisanya? Menurutnya digunakan untuk operasional rumah sakit sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan rumah sakit. Adapun belanja operasional itu seperti seragam, peralatan non-medis, hingga pengadaan lemari pembeku jenazah.
Temuan ini membuat DPRK Simeulue geram. “Kami meminta audit khusus untuk menelusuri sumber utang yang sebenarnya. Kami ingin tahu dari mana utang itu berasal dan bagaimana proses terjadinya tunggakan tersebut, karena dalam rapat terungkap ada sekitar 16 milyar tunggakan di RSUD,” ujar Rita Diana kepada salah satu media lokal, Selasa (25/2/2025) lalu.

Menurut Direktur RSUD definitif, dr. Effie Masyithah Siregar, sejak November 2024 suplai obat dari distributor resmi terhenti. Bukan karena kelangkaan nasional, tapi karena pihak rumah sakit menunggak pembayaran.
“Kami terus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Simeulue. Namun, dengan anggaran yang sangat terbatas, kami terpaksa berutang kepada distributor farmasi yang menyuplai obat-obatan, menunggu pencairan anggaran klaim dari BPJS setiap bulannya. Meskipun kami harus terus berutang, kami berusaha menjaga ketersediaan obat di rumah sakit selama ini,” kata Direktur RSUD Simeulue, dr. Effie Masyithah Siregar, Sp.OG, kepada media pada Minggu (23/5/2025) lalu.
Dijelaskannya, bahwa selama tiga bulan cuti dan jabatan direktur dipegang oleh Plt sementara, ternyata utang obat yang ada sebelumnya tidak dilunasi.
“Ia hanya membayar harga obat selama masa jabatannya, sementara anggaran yang seharusnya digunakan untuk melunasi tunggakan obat malah dialokasikan ke tempat lain. Salah satunya adalah pembelian lemari pembeku mayat, yang menurut kami belum menjadi prioritas kebutuhan rumah sakit ini,” jelas dr. Effie.
Utang RSUD yang kini membengkak menjadi Rp16 miliar. Tidak ada kejelasan mekanisme penggunaannya hal ini memicu kecurigaan publik, apalagi hingga Mei 2025, belum ada laporan audit yang dirilis ke publik.
Sudah lebih dari lima bulan berlalu, namun belum ada hasil audit resmi yang dipublikasikan. Pemerintah Kabupaten Simeulue, melalui dinas terkait, hanya menyatakan sedang “menelusuri dan mengkaji” penggunaan dana BLUD.
















