Banda Aceh | Tubinnews.com — Tantangan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Aceh kembali menjadi sorotan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Membangun SDM Unggul sebagai Fondasi Utama dalam Menarik Investasi Berkelanjutan” yang digelar oleh Koalisi NGO HAM Aceh pada Jumat, (25/7/ 2025) di Moorden, Pango Raya, Banda Aceh.
Diskusi yang berlangsung sejak siang hingga sore hari ini menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten di bidangnya, diantaranya yaitu Pengamat Kebijakan Publik (Dr. Nasrul Zaman), Direktur Flower Aceh, (Riswati), dan Direktur ForBinA (M. Nur) dan dipandu oleh Khairil Arista selaku Direktur Koalisi NGO HAM.
Penyampaian materi Diskusi yang diwali oleh Dr. Nasrul Zaman yang mengkritisi kurangnya keseriusan Pemerintah Aceh dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang siap menghadapi tantangan masa depan, terutama di era kecerdasan buatan (AI) yang semakin masif.
Ia menegaskan bahwa jika pola ini terus berlanjut, generasi muda Aceh akan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai harapan.
“Pemerintah belum terkoneksi secara efektif dengan perguruan tinggi di Aceh. Padahal, kampus adalah mitra strategis pembangunan,” ungkap Dr. Nasrul.
Hal senada disampaikan oleh Direktur ForBinA, M. Nur, menyatakan bahwa krisis SDM bukan hanya soal angka statistik, tapi tentang ketidaksiapan sistem.
“Banyak individu yang belum memiliki kapasitas memadai tapi sudah memimpin institusi. Negara pun tampak belum siap melahirkan SDM dengan kompetensi industri,” katanya.
M. Nur juga mendorong generasi muda untuk kritis dan berani menyuarakan protes terhadap kebijakan yang tak berpihak pada pertumbuhan dan masa depan Aceh.
Sementara itu, Direktur Flower Aceh, Riswati, menyoroti persoalan ketimpangan gender dalam pembangunan SDM dan investasi.
“Tantangan investasi saat ini bukan hanya keahlian dan adaptasi ekonomi global, tapi juga soal ketidakadilan terhadap perempuan,” jelasnya.
Dikatakannya bahwa perempuan masih sering mengalami diskriminasi dalam dunia kerja, khususnya yang sudah menikah. Selain itu, sektor industri juga belum sepenuhnya mendukung perlindungan kesehatan perempuan dan anak.
Riswati menambahkan bahwa ketidakpahaman pelaku UMKM terhadap transformasi digital juga menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi lokal.
“Masih banyak UMKM yang belum ‘melek’ digital, ini memperlambat laju investasi lokal dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.