Banda Aceh | Tubinnews.com – Koordinator Gerakan Aktivis Kota (GASTA), Isra Fu’addi, S.H, mengkritik keras pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadli, yang meminta agar pengaduan masyarakat (Dumas) tidak dijadikan dasar utama dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh aparat penegak hukum (APH).
Dalam keterangannya kepada media, Isra menilai pernyataan tersebut tidak hanya keliru secara hukum, tetapi juga berpotensi mengancam prinsip partisipasi publik, independensi aparat penegak hukum, serta memperkuat kekebalan birokrasi dari jerat hukum.
“Pengaduan masyarakat merupakan hak konstitusional warga negara dan memiliki legitimasi hukum sebagai sumber awal penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP. Pernyataan bahwa Dumas tidak boleh jadi dasar utama sama saja dengan mengabaikan hukum yang berlaku,” ujar Isra.
Alumni Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry itu juga mengkritisi rujukan Ketua DPRA terhadap Nota Kesepahaman (MoU) antara Kemendagri, Kejaksaan Agung, dan Polri tahun 2023, yang disebut sebagai dasar perlunya koordinasi antara APH dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
“MoU tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara yuridis. Ia bukan norma hukum yang dapat membatasi atau menunda pelaksanaan tugas penyelidik dan penyidik sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, maupun UU Tipikor,” tegasnya.
Menurut Isra, menjadikan MoU sebagai penghalang bagi penegakan hukum berpotensi membuka ruang impunitas dan memperlambat proses keadilan, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan elit kekuasaan.
Menanggapi narasi bahwa kesalahan administratif sebaiknya tidak langsung dikriminalisasi, Isra menilai pernyataan tersebut dapat menyesatkan bila tidak ditempatkan dalam konteks yang benar. Ia mengingatkan bahwa banyak tindak pidana korupsi justru dikamuflase dalam bentuk pelanggaran administratif.
“Pemisahan mutlak antara administratif dan pidana adalah pendekatan yang dangkal. Banyak korupsi dimulai dari praktik manipulatif yang tersembunyi di balik dokumen dan prosedur formal. Oleh karena itu, penyelidikan tidak boleh dibatasi oleh alasan formal semacam ini,” tegasnya.
Isra juga menyebut, tidak ada satupun dasar hukum dalam hukum positif Indonesia yang menyatakan penyelidikan harus menunggu telaah dari APIP. Penyelidikan merupakan kewenangan otonom yang melekat pada institusi penegak hukum.
“Jika setiap proses penyelidikan harus melalui inspektorat terlebih dahulu, maka independensi penegakan hukum telah dilumpuhkan. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat konstitusi dan prinsip negara hukum,” tambahnya.
Sebagai Ketua lembaga legislatif daerah, Isra menilai bahwa Zulfadli seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendorong keterbukaan dan pengawasan publik, bukan menyampaikan narasi yang berpotensi membatasi hak masyarakat dalam menyampaikan laporan dugaan pelanggaran.
“Kami berharap Ketua DPRA tidak menjadi bagian dari narasi yang justru melemahkan posisi masyarakat sebagai pengawas pada jalannya pemerintahan daerah. Sebaliknya, ia justru harus berdiri bersama rakyat dalam memastikan bahwa setiap laporan, sekecil apa pun, mendapat respons yang adil dan profesional,” tegas Isra.
“Pernyataan Ketua DPRA soal Dumas bukan hanya keliru, tapi mencerminkan kedangkalan pemahaman hukum. Ia seolah lupa, pengaduan masyarakat adalah hak konstitusional dan pintu masuk sah bagi penegak hukum. Kalau ini saja tidak paham, bagaimana bisa mengawasi anggaran rakyat?,” tambahnya.
GASTA menyatakan akan terus mengawal isu-isu terkait integritas pemerintahan daerah dan menegaskan bahwa pengaduan masyarakat adalah pilar utama dalam mendorong akuntabilitas publik. Pembatasan terhadap hak tersebut, baik secara langsung maupun melalui tafsir sempit terhadap prosedur birokrasi, merupakan bentuk pengingkaran terhadap semangat reformasi dan supremasi hukum.
“Pernyataan Ketua DPRA soal Dumas bukan hanya keliru, tapi mencerminkan kedangkalan pemahaman hukum. Ia seolah lupa, pengaduan masyarakat adalah hak konstitusional dan pintu masuk sah bagi penegak hukum. Kalau ini saja tidak paham, bagaimana bisa mengawasi anggaran rakyat,” pungkas Isra.