Aceh Barat | Tubinnews.com – Lembaga Aspirasi Nasional Atjeh (LANA) menyoroti proyek renovasi Tugu Pelor yang terletak di pusat Kota Meulaboh. Proyek yang dilaksanakan oleh CV Kanapoino Mandiri dengan skema Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Mifa Bersaudara tersebut disebut menghabiskan anggaran hingga Rp 1,47 miliar.
Direktur LANA, Teuku Laksamana Jowa, mempertanyakan transparansi dan kelayakan anggaran sebesar itu ? Menurutnya, dengan nilai yang dinilainya sangat fantastis, hasil pembangunan yang terlihat saat ini jauh dari kata memuaskan.
“Apakah dengan nilai sebesar itu, hanya seperti ini hasil pembangunannya? Sangat tidak masuk akal bila dibandingkan dengan pembangunan tugu di daerah lain,” kata Teuku Jowa kepada wartawan, Jumat 4/7/2025.
Ia membandingkan proyek renovasi Tugu Pelor dengan pembangunan tugu di daerah lain yang memiliki nilai jauh lebih kecil namun tampak lebih representatif.
Salah satu contohnya adalah Tugu Biawak di Wonosobo yang dibangun hanya dengan anggaran sekitar Rp 500 juta, serta Tugu Pancasila di depan Masjid Agung yang disebut hanya menghabiskan dana sekitar Rp 400 juta.
“Kami melihat banyak proyek pembangunan tugu di berbagai daerah lain yang lebih murah namun hasilnya lebih bagus dan ikonik. Ini yang kami sebut sebagai keanehan dan patut dipertanyakan,” ungkapnya.
Sebagai bentuk partisipasi publik dan dorongan untuk akuntabilitas, LANA meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk menggelar forum diskusi terbuka. Forum ini diharapkan melibatkan berbagai pihak, mulai dari kontraktor pelaksana, dinas terkait, hingga unsur masyarakat sipil.
“Kami mendorong digelarnya forum terbuka. Biarkan publik ikut menilai, mengapa proyek sebesar ini hasilnya hanya seperti itu. Jangan sampai publik merasa ditipu dengan tampilan yang tidak sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan,” tegas Teuku Jowa.
Ia menambahkan, meskipun proyek tersebut menggunakan dana CSR dan bukan APBK, bukan berarti pengawasan bisa diabaikan. Dana CSR tetap merupakan bagian dari kontribusi perusahaan untuk publik, sehingga penggunaannya harus tepat sasaran dan transparan.
“CSR bukan berarti boleh dikelola semaunya. Ini tetap uang masyarakat, meski melalui perusahaan. Jadi wajar publik mempertanyakannya,” ujarnya.
Lebih lanjut, LANA juga meminta Inspektorat Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) untuk memberikan penjelasan secara terbuka mengenai mekanisme perencanaan dan pelaksanaan proyek ini.
“Kalau memang proyek ini dirancang untuk mempercantik wajah kota, mari kita perlihatkan kualitas yang sebanding. Bukan asal jadi,” tutup Jowa.
LANA menegaskan bahwa kritikan ini bukan bentuk penolakan pembangunan, melainkan upaya mengawal agar setiap sen yang dikeluarkan demi pembangunan daerah benar-benar memberikan manfaat dan kepuasan bagi masyarakat.