Simeulue | Tubinnews.com – Isu dugaan ijazah palsu yang menyeret nama salah satu calon Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Simeulue terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat dan kalangan mahasiswa. Polemik ini mencuat seiring dengan proses seleksi jabatan strategis tersebut yang kini memasuki tahap penilaian akhir.
Jabatan Sekda merupakan posisi birokrasi tertinggi di lingkungan pemerintah daerah. Dalam struktur pemerintahan, Sekda memiliki peran penting sebagai penghubung antara kepala daerah dengan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Ia bertanggung jawab memastikan seluruh kebijakan berjalan efektif dan sinkron.
Sebagai daerah kepulauan yang memiliki 10 kecamatan dengan kebutuhan yang beragam, Simeulue membutuhkan figur Sekda yang kompeten, komunikatif, dan berintegritas tinggi. Publik pun berharap seleksi Sekda bukan hanya soal ambisi atau titipan jabatan, melainkan harus mempertimbangkan rekam jejak, latar belakang pendidikan, serta etika kepemimpinan.
Namun, seleksi Sekda Simeulue kini diwarnai dengan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu kandidat. Informasi ini diperkuat dengan hasil evaluasi terhadap Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Banda Aceh, tempat kandidat tersebut menempuh pendidikan.
Evaluasi itu dilakukan oleh Yayasan Pembangunan Masyarakat Aceh Nusantara (YPMAN) berdasarkan perintah dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Kebudayaan Kemendikbud Ristek, melalui surat bernomor: 3859/E3/OT.00.04/2023 tertanggal 25 Juli 2023.
Sementara itu, mahasiswa dan aktivis muda Simeulue ikut bersuara. Reza Hasmi Arja, mahasiswa Universitas Syiah Kuala jurusan Manajemen Informatika, menyayangkan jika benar ada calon pejabat tinggi yang menempuh jalur tidak semestinya untuk memperoleh ijazah.
“Kami kuliah dan sekolah demi meningkatkan kualitas SDM di Simeulue, tapi kalau benar ada pejabat yang menggunakan ijazah palsu untuk menjabat, ini adalah tamparan bagi etika pemerintahan,” ujar Reza.
Menurutnya, pemimpin daerah seharusnya menjadi teladan integritas dan kejujuran, bukan malah menodai nilai-nilai etika birokrasi demi ambisi jabatan.