Medan | Tubinnews.com — Kasus penganiayaan dan perampasan yang menimpa wartawan online, Junaedi Daulay, masih belum menemui titik terang meski telah berlangsung hampir enam bulan sejak kejadian pada 23 November 2024. Lambannya penanganan perkara oleh Polsek Medan Tembung menuai kritik tajam, bahkan kini Kanit Reskrim Iptu Parulian Sitanggang terancam dilaporkan ke Propam Polda Sumatera Utara.
Junaedi mengungkapkan kekecewaannya atas penanganan perkara yang dinilainya tidak serius.
“Ada apa dengan Kanit Polsek Medan Tembung tidak berani menangkap pelaku kasus curas, sementara info dari Kapolsek dan penyidik mereka akan menjemput paksa saksi yang tidak mau hadir. Polisi sudah mendapatkan keterangan langsung dari warga yang membenarkan adanya kejadian tersebut. Harusnya dijemput paksa itu terlapor,” ujar Junaedi kepada media, Rabu (21/5/2025).
Ia juga menyoroti tidak adanya perkembangan berarti sejak laporan awal dibuat.
“Hampir enam bulan laporan ngambang. Terus di-SP2HP. Sepertinya ada dugaan atas perintah Kanit agar pelaku jangan ditangkap. Apa karena terima upeti? Tapi ditanya tidak mau menjawab. Apa harus lapor ke Propam Polda?” tambahnya dengan nada geram.
Sikap bungkam Kanit Iptu Parulian Sitanggang saat dikonfirmasi media pun memicu spekulasi publik. Apalagi, kasus ini menyeret anak seorang kepala desa dan telah menyedot perhatian nasional sejak Junaedi menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Dewan Pers.
Sebelumnya, Kapolsek Medan Tembung Kompol Jhonson M Sitompul menyatakan akan mengambil langkah tegas.
“Kita tetap atensi. Ini beda dengan kasus biasa karena saksi tak kunjung datang. Tapi kami minta progres setiap minggu,” ujarnya pada Sabtu, 17 Mei 2025.
Namun hingga kini, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan, meski barang bukti berupa ponsel milik korban sempat berada di tangan kepala desa dan kepala dusun. Barang bukti tersebut baru diamankan setelah sempat “hilang” beberapa waktu.
Sementara itu, pihak terlapor dikabarkan telah dua kali mangkir dari panggilan polisi, dengan alasan menghadiri rapat, tanpa ada tindakan tegas dari penyidik.
Dalam surat terbukanya, Junaedi menulis:
“Kami tidak ingin keadilan hanya jadi slogan. Wartawan dipukuli, HP dirampas, tapi pelaku bebas berkeliaran. Ini penghinaan terhadap profesi jurnalis dan demokrasi.”
Pernyataan tersebut mendapat dukungan luas dari komunitas jurnalis dan masyarakat sipil yang menilai lambannya proses hukum sebagai bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers serta upaya pembungkaman demokrasi.