Banda Aceh, Tubinnews – Menjelang Bulan Ramadhan 1445 H yang jatuh pada bulan Maret mendatang, sejumlah masyarakat dari berbagai daerah di Aceh terlihat begitu ramai berkunjung dan berziarah di makam salah seorang ulama kharismatik di Aceh, Teungku Syiah Kuala pada Kamis (29/2/2024).
Pantauan Tubinnews, masyarakat sangat antusias mengunjungi makam Teungku Syiah Kuala bersama keluarga dan kerabat. Kehadiran mereka tidak hanya untuk mencari keberkahan dari Allah, tetapi juga untuk memperoleh ilmu dan wawasan tentang sejarah salah satu ulama terkemuka di Aceh tersebut.
Berkunjung dan berziarah ke makam Syiah Kuala menjelang bulan Ramadhan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Aceh. Tindakan tersebut mencerminkan penghormatan dan takzim warga Aceh terhadap ulama kharismatik Aceh.
Teungku Syiah Kuala atau Syekh Abdurrauf Singkil lahir di Singkil, Aceh pada tahun 1024 H (1615 M) dan wafat di Kuala Aceh pada tahun 1105 H (1693 M), merupakan seorang ulama besar yang sangat terkenal di Aceh.
Pengaruhnya sangat signifikan dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan wilayah Nusantara secara umum. Gelar terkenal yang melekat padanya adalah Teungku Syiah Kuala, yang dalam bahasa Aceh berarti Syekh Ulama di Kuala. Nama lengkapnya adalah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili.
Makam Syiah Kuala Terletak di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Akses ke makam memerlukan waktu sekitar 15 menit dengan menempuh jarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota Banda Aceh.
Dilansir dari BandungViva.co.id, berziarah ke makam para wali atau ulama dinyatakan mubah atau dibolehkan. Ustaz Adi Hidayat mengemukakan pandangan ini dalam ceramahnya ketika merespons pertanyaan mengenai hukum ziarah ke makam Wali Songo. Selain itu, dasar hukum dalam Islam juga dapat ditemukan dalam sebuah Hadis yang menyatakan:
“Nabi Muhammad SAW berziarah ke kuburan ibunya, lalu beliau menangis dan menangislah orang-orang disekitarnya. Beliau bersabda, ‘Aku minta izin kepada Tuhanku guna memohonkan ampun kepada ibuku, namun Dia tidak memberi izin padaku. Dan aku minta izin untuk berziarah ke kuburannya, maka Dia memberi izin kepadaku. Karena itu, berziarahlah kalian ke kuburan-kuburan karena ziarah itu mengingatkan kepada kematian,” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan lainnya).
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga dan memelihara tradisi berziarah ke makam Syiah Kuala. Kunjungan ini bukan sekadar ritual, melainkan peluang untuk memperoleh keberkahan, ilmu, dan wawasan tentang sejarah keislaman di Aceh. Dengan berkunjung, kita dapat menghargai warisan spiritual dan intelektual yang ditinggalkan oleh ulama besar ini, serta merawat nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi identitas masyarakat Aceh.