Tubinnews – Pangkat terakhir Prabowo Subianto saat mengepalai Pangkostrad adalah Letnan Jenderal TNI. Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang dibentuk oleh Jenderal TNI Wiranto, Panglima ABRI kala itu, secara resmi memberhentikan Prabowo dari jabatannya dengan hormat.
Prabowo, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, diduga terlibat dalam berbagai kasus penculikan aktivis reformasi, sehingga namanya menjadi terkenal sebagai jenderal pelanggar HAM setelah reformasi.
Setelah era reformasi, Prabowo Subianto mengikuti konvensi calon presiden dari Partai Golkar dan kemudian mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada tahun 2008. Ia juga pernah berpasangan dengan Megawati Sukarno Putri dalam pemilihan umum presiden 2009.
Meskipun demikian, pada Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo mengalami kekalahan dua kali dalam pertarungan melawan Joko Widodo. Selama setiap tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres), isu terkait pelanggaran HAM dan penculikan aktivis selalu terkait erat dengan Prabowo, yang merupakan bekas menantu Presiden Suharto.
Namun pada akhirnya, Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan tanda jenderal kehormatan bintang 4 kepada Prabowo Subianto, secara resmi menyandang pangkat Jenderal Bintang 4 pada Rabu (28/2/2024).
Presiden Indonesia, Joko Widodo menyatakan, pengangkatan pangkat istimewa Jenderal TNI Kehormatan untuk Prabowo Subianto didasarkan pada rekomendasi yang diajukan oleh Panglima TNI, Jenderal TNI Agus Subiyanto.
“Jadi, semuanya memang berangkat dari bawah. Berdasarkan usulan Panglima TNI, saya menyetujui untuk memberikan kenaikan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan,” kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan, pada tahun 2022, Prabowo telah dianugerahi Bintang Yudha Dharma Utama sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam bidang pertahanan, yang dianggap telah memberikan dampak positif signifikan bagi kemajuan TNI dan negara. Pemberian anugerah ini telah melalui proses verifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009.
Presiden Joko Widodo menekankan, penerimaan anugerah Bintang Yudha Dharma Utama memiliki implikasi yang sesuai dengan undang-undang. Selanjutnya, Panglima TNI, Jenderal TNI Agus Subiyanto, mengusulkan untuk memberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Prabowo.
Sebagai hasilnya, Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto, menerima kenaikan pangkat istimewa dari jenderal bintang tiga menjadi jenderal bintang empat kehormatan dari Presiden Joko Widodo.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyatakan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, layak mendapatkan jenderal kehormatan dari Presiden Joko Widodo.
“Menhan Prabowo Subianto bukanlah orang baru dalam pertahanan Indonesia, banyak prestasi yang ditorehkan saat menjadi prajurit TNI hingga Menteri Pertahanan RI, karena itu Prabowo layak mendapatkan jenderal kehormatan dari Presiden Joko Widodo,” ujar Meutya.
Menurutnya, penganugerahan jenderal kehormatan kepada Menhan Prabowo sudah menjadi wacana dengan proses yang panjang, sejak dia diangkat menjadi Menhan di tahun 2019.
Meutya Hafid menegaskan, masyarakat dapat melihat kontribusi Prabowo sebagai tokoh dalam TNI untuk pertahanan Indonesia. Selama menjadi prajurit TNI, Prabowo berhasil melaksanakan Operasi Mapenduma di Papua.
Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo melakukan modernisasi alutsista TNI, termasuk modernisasi pesawat jet tempur, pesawat jet Rafale, dan Pesawat Super Hercules C130J. Prabowo juga terlibat dalam modernisasi SDM pertahanan, termasuk pengembangan Universitas Pertahanan, perluasan Akademi Militer, dan rencana perluasan SMA Taruna Nusantara di berbagai provinsi.
Di bidang kesejahteraan prajurit, bersama Presiden Joko Widodo, Prabowo meresmikan 25 rumah sakit TNI, termasuk RS Panglima Sudirman di Bintaro. Meutya juga mengingatkan tentang Komponen Cadangan yang lahir di era Prabowo, serta keberhasilannya dalam mengatasi pandemi COVID-19 yang melibatkan Kemhan-TNI dan lembaga terkait.
Menanggapi dasar hukum penganugerahan pangkat Jenderal Kehormatan oleh presiden, Meutya menyatakan hal tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi, karena pemberian Jenderal Kehormatan sudah merupakan praktik yang tidak baru dan sesuai dengan Undang-Undang.
Meutya menjelaskan berdasarkan konstitusi, yaitu Pasal 10 dan 15 UUD 1945, Presiden, sebagai Panglima Tertinggi TNI AD, AL, AU, memiliki hak untuk memberikan gelar tanda jasa dan kehormatan lainnya. Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan juga mendukung wewenang tersebut.
Ia menegaskan, penganugerahan Jenderal Kehormatan bukanlah hal baru, sejumlah tokoh TNI seperti Jenderal TNI (Purn) Hari Sabarno dan Jenderal TNI (Purn) Soesilo Soedarman juga telah mendapatkan gelar tersebut sebagai penghargaan atas dedikasinya.