Medan,Tubinnews.com | Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dengan tegas memberikan dukungan kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumut, Yuliani Siregar, yang tengah menghadapi laporan polisi setelah membongkar pagar di kawasan hutan lindung.
Bobby menegaskan bahwa jika kawasan tersebut benar-benar merupakan hutan lindung, maka pihak yang melaporkan Yuliani harus dilawan.
“Kita lihat dulu ya, yang pasti, kalau betul-betul itu hutan lindung, lawan, saya bilang,” ujar Bobby saat diwawancarai wartawan usai meninjau RSUD Taferi di Kabupaten Nias Utara, Senin (10/3/2025).
Bobby bahkan menyarankan Dinas LHK Sumut untuk melaporkan balik pihak yang mencoba menguasai kawasan hutan lindung secara ilegal.
“Kalau itu betul hutan lindung, area masih hutan lindung ya lawan. Jangan hanya kita yang dilaporkan. Tapi laporkan balik dan tindak sekalian,” tegasnya.
Sebelumnya, rapat dengar pendapat (RDP) dan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Ketua DPRD Deli Serdang Zakky Sahri bersama 20 anggota dewan pada Rabu (5/3/2025) nyaris memanas. Sidak ini bertujuan menindaklanjuti dugaan penerbitan surat keterangan desa yang tidak sesuai lokasi, serta adanya pemagaran seng di kawasan hutan lindung.
Camat Pantai Labu menyoroti penerbitan surat keterangan dari Desa Pematang Biara untuk lahan yang sebenarnya berada di Desa Regemuk.
“Jelas tidak boleh kalau lokasinya di Regemuk tapi ditandatangani oleh kades Pematang Biara. Kalau bisa seperti itu, ya gawatlah,” ujarnya.
Situasi semakin panas ketika seorang warga bernama Purwanto mengklaim bahwa tanah sengketa tersebut milik desanya, berdasarkan cerita turun-temurun. Pernyataannya langsung dibantah oleh warga Regemuk yang menuntut bukti valid.
Selain itu, kepemilikan lahan oleh PT Tun Sewindu juga dipertanyakan. DPRD menegaskan bahwa perusahaan tersebut tidak bisa menunjukkan dokumen resmi terkait status lahan yang mereka gunakan.
Junaidi, anggota DPRD dari Fraksi Hanura, menegaskan bahwa lokasi tersebut sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung oleh Dinas LHK.
“Jangan bicara kepentingan pribadi. Ini sudah jelas masuk kawasan hutan lindung, titik lokasinya sudah ditentukan oleh dinas terkait,” katanya.
Ketua DPRD Zakky Sahri menegaskan bahwa persoalan ini menyangkut aturan negara.
“Setiap kawasan hutan lindung tidak boleh dikuasai oleh individu maupun perusahaan. Ini tanah negara,” tegasnya.
Pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) juga mengonfirmasi bahwa peta lokasi diperoleh dari Dinas Kehutanan dan harus diperiksa lebih lanjut untuk kepastian hukum.
Sementara itu, pengacara PT Tun Sewindu mengakui bahwa kliennya telah “terlanjur” menggunakan kawasan hutan lindung dengan membangun pagar seng.
“Kami terlanjur memakai wilayah hutan, terus apa yang harus kami lakukan? Hukum kami atau denda kami? Kami mengajukan permohonan agar dilegalkan,” katanya, merujuk pada pasal 110A dan 110B dalam UU Cipta Kerja.
Namun, Ketua DPRD Deli Serdang langsung membantah argumen tersebut.
“Dalam aturan terbaru, siapapun yang menguasai tanah milik negara harus keluar. Jangan bicara keterlanjuran kalau belum ada izin. Kalau bangunan ini tidak berizin, bongkar! Mana Satpol PP?” serunya.
Menindaklanjuti temuan ini, DPRD Deli Serdang berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki lebih lanjut permasalahan hutan lindung dan izin usaha di wilayah tersebut.
“Kalau tidak ada izinnya, kita minta operasional usaha ditutup, baik yang berada di kawasan hutan lindung maupun tidak,” tegas Zakky Sahri.
Sebagai langkah berikutnya, DPRD akan menggelar RDP kedua untuk memanggil langsung pihak PT Tun Sewindu guna memastikan status lahan yang mereka kuasai.
Dengan dinamika yang semakin berkembang, masyarakat menunggu apakah aturan akan ditegakkan atau ada kompromi yang terjadi di balik layar.(Red)