Aceh Barat | Tubinnews.com – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan dan Aset Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli, melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh dua perusahaan pertambangan batu bara, yakni PT Agrabudi Jasa Bersama (AJB) dan PT Indonesia Pacific Energi (IPE), kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh di Banda Aceh, Kamis (3/7/2025).
Langkah ini diambil setelah Pansus menerima berbagai aduan masyarakat terkait kondisi lingkungan yang semakin memburuk akibat aktivitas truk pengangkut batu bara yang melintasi jalan umum tanpa penanganan memadai terhadap dampak yang ditimbulkan, khususnya di sepanjang jalur menuju PLTU 3 dan 4 Nagan Raya.
Dalam keterangan persnya, Ramli menyebut bahwa aktivitas hauling batu bara dari area tambang menuju PLTU menyebabkan tumpahan material di sepanjang lebih dari 8 kilometer jalan provinsi yang melintasi wilayah permukiman warga.
“Tumpahan batu bara bukan hanya mencemari jalan, tapi juga mencemari lingkungan tempat tinggal warga. Debu beterbangan dan menempel di rumah-rumah. Setiap hari warga harus membersihkan debu dari perabot rumah. Ini bukan kondisi yang layak untuk kehidupan sehat,” ujar Ramli.
Menurutnya, dampak pencemaran debu batu bara terasa signifikan terutama di kawasan Kecamatan Meureubo dan sekitarnya. Debu yang beterbangan tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat.
Ramli menambahkan bahwa sejumlah warga telah mengeluh mengalami gangguan pernapasan, terutama anak-anak dan lansia. Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebut menjadi keluhan yang paling umum terjadi di daerah terdampak.
“Setiap hari, terutama saat kemarau, debu-debu batu bara beterbangan seperti kabut. Banyak warga yang mulai merasakan gangguan pernapasan. Bahkan ada warga yang terpaksa meninggalkan rumah dan pindah ke tempat lain demi menghindari paparan debu,” kata Ramli.
Dalam pelaporannya ke DLHK Aceh, Ramli juga mempertanyakan kejelasan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang menjadi dasar kegiatan operasional dua perusahaan tersebut.
“Selama ini kita belum melihat dokumen Amdal yang lengkap dan terbuka untuk publik. Jika ada, apakah dokumen itu sudah sesuai dengan kondisi saat ini? Apakah ada perubahan lingkungan yang diantisipasi dengan baik dalam Amdal tersebut?” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa DLHK Aceh melalui bidang pengawasan akan menindaklanjuti laporan ini dan akan memeriksa kelengkapan dokumen serta kepatuhan perusahaan terhadap regulasi lingkungan yang berlaku.
Ramli juga menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yang dinilainya belum mengambil tindakan tegas atas persoalan ini, meskipun laporan dan keluhan masyarakat telah disampaikan secara berulang kali.
“Masalah ini bukan baru hari ini. Sudah berlangsung sejak tiga tahun terakhir. Tapi pemerintah daerah seperti menutup mata. Tak ada langkah konkret yang melindungi masyarakat. Ini menyedihkan,” ucapnya.
Selain persoalan lingkungan, Ramli juga menyinggung insiden kecelakaan lalu lintas beberapa waktu lalu yang melibatkan truk pengangkut batu bara milik PT AJB. Dalam kecelakaan tersebut, seorang warga meninggal dunia setelah enam hari menjalani perawatan akibat ditabrak truk di jalan raya.
“Kecelakaan itu adalah bukti bahwa aktivitas hauling tidak hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga keselamatan warga. Kita tidak ingin kejadian serupa terulang. Ini bukan sekadar masalah teknis, tapi menyangkut nyawa manusia,” ujar Ramli dengan nada geram.
“Kami tidak akan berhenti hanya di DLHK Aceh. Jika tidak ada tindak lanjut, kami siap membawa ini ke jalur hukum. Perusahaan harus diberi sanksi jika terbukti lalai dan merugikan masyarakat,” tegas Ramli.
Ia juga menyoroti proses perpanjangan izin usaha pertambangan yang menurutnya tidak semestinya diberikan jika perusahaan tidak menunjukkan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.