Simeulue | Tubinnews.com – Prestasi membanggakan berhasil ditorehkan oleh atlet tinju asal Kabupaten Simeulue dalam ajang Pra Pekan Olahraga Aceh (Prapora) 2025 di Banda Aceh. Salah satu atlet, Tivani Akja Sabila, berhasil meraih medali emas dan mengharumkan nama daerah. Dukungan serta apresiasi pun mengalir dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat Simeulue.
Namun, di balik prestasi tersebut, muncul kontroversi yang mengguncang dunia olahraga di Simeulue. Ketua Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) Kabupaten Simeulue, Johan Jalla, yang juga merupakan anggota DPRK Simeulue, diduga melontarkan ucapan yang tidak pantas kepada salah satu atlet secara terbuka di depan umum.
“Anak haram jadah,” ucap Johan Jalla kepada Tivani, yang kemudian menuai kemarahan dan kekecewaan dari pihak atlet. Tivani mengaku sangat terpukul atas perlakuan tersebut.
Melalui sambungan telepon WhatsApp, Tivani membenarkan kejadian itu. Ia menyatakan bahwa sikap Ketua Pertina tersebut tidak mencerminkan perilaku seorang pemimpin organisasi olahraga.
“Kelakuannya tidak mencerminkan sebagai ketua Pertina yang dituakan di situ,” ujarnya.
Tak hanya itu, Tivani juga menuturkan bahwa Ketua Pertina pernah masuk ke kamar atlet perempuan tanpa izin dan mengetuk pintu, serta mencium keningnya usai pertandingan, yang dinilai sebagai tindakan tidak pantas.
“Saya pernah dicium di kening usai pertandingan. Sikap sangat tidak pantas sekali dilakukannya terhadap saya,” ungkapnya.
Ketegangan antara Johan dan para atlet memuncak ketika ia memaksa seluruh kontingen untuk segera pulang ke Simeulue melalui jalur Labuhan Haji, yang lebih jauh dan melelahkan dibandingkan jalur Calang. Atlet yang menolak bahkan harus menanggung sendiri biaya perjalanan, makan, dan akomodasi, meski anggaran kegiatan telah dialokasikan pemerintah.
Menurut Tivani, anggaran sebesar Rp 75 juta yang dialokasikan untuk kebutuhan kontingen seperti transportasi, akomodasi, makan, uang saku, serta perlengkapan teknis pertandingan, tidak sepenuhnya mereka rasakan.
“Selama kegiatan, kami hanya dapat jatah makan nasi bungkus. Uang poding menjelang tanding pun dibatasi dan sulit kami peroleh. Bahkan kami sering memakai uang pribadi dulu,” katanya.
Ia juga menuduh Johan sering meninggalkan penginapan setiap malam tanpa alasan yang jelas.
“Dia pergi keluar penginapan tiap malam alasan ‘berkusuk’. Kami yang berlaga di atas ring, dia yang ‘berkusuk’ tiap malam. Entah apa yang dikusuknya tiap malam,” tambah Tivani.
Senada dengan itu, Agustini, atlet senior tinju putri Simeulue, mengecam sikap arogansi Johan Jalla. Ia menilai Johan tidak layak memimpin organisasi karena kurangnya etika dan pemahaman terhadap dunia olahraga.
“Kami merasa tidak dihargai. Kami yang bertanding, tapi beliau yang seperti liburan mumpung dibiayai pemerintah,” ungkapnya geram.
Para atlet dan pelatih menyatakan bahwa sejak awal mereka tidak menyetujui keikutsertaan Johan Jalla sebagai ketua kontingen, terlebih masa jabatannya sebagai Ketua Pertina Kabupaten Simeulue telah berakhir sejak 1 Juli 2025. Namun karena dorongan internal, Johan tetap memimpin kontingen.
Kini, para atlet meminta aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk mengaudit penggunaan dana sebesar Rp 75 juta dan memastikan hak-hak atlet segera diberikan.
Saat dikonfirmasi oleh redaksi Tubinnews.com, Wakil Bupati Simeulue, Nusar Amin, merespons singkat, “Baik adinda, kita akan panggil pihak atlet kita, bagaimana yang sebenarnya.”
Di sisi lain, Johan Jalla membantah seluruh tuduhan yang diarahkan kepadanya. Ia menyatakan bahwa tudingan tersebut bermuatan sakit hati dari pihak-pihak yang ingin mengambil alih kepengurusan Pertina Simeulue.
“Semuanya itu hanya unsur sakit hati mungkin mereka mau jadi pengurus Pertina Kabupaten Simeulue,” ujar Johan.
“Soal pelecehan seksual itu sama sekali bohong, tidak benar. Seluruh atlet termasuk pelatih turun dari ring tinju tetap saya pegang kepala, mencium di kepala,” tambahnya.
Terkait tuduhan keluar malam, ia membantah keras.
“Setiap malam keluar itu fitnah besar. Demi Allah tidak pernah sekali pun keluar selain menonton anak-anak bertanding. Sebagai saksi ada Kadispora, Ketua KONI, Pak Rasmidin, Pak Safdar, dan puluhan tim pendukung lainnya,” tegasnya.
Ia juga menyatakan bahwa uang poding tidak pernah dibatasi dan tetap diberikan sebesar Rp 200.000 untuk 10 orang, baik yang bertanding maupun tidak.
Terkait tudingan lainnya, Johan mengaku akan mempertanggungjawabkan seluruh pelaksanaan dan penggunaan anggaran setelah ia kembali dari pelatihan partai di Jakarta pada 25 Juli 2025.
Dalam surat pernyataannya kepada Kadispora dan Ketua KONI Simeulue, Johan menegaskan siap membuktikan semua tuduhan yang diarahkan kepadanya dan mengancam akan menempuh jalur hukum jika merasa difitnah.
“Sesuai dengan pemberitaan media tentang pelaksanaan prapora di BNA baru-baru ini oleh seorang atlit Tivani, segala tudingan tersebut saya akan pertanggungjawabkan sejauh bisa memberikan bukti-bukti dan saksi-saksi, namun pelaksanaan tersebut menunggu saya pulang pelaksanaan Bintek Partai dari Jakarta tgl 25 Juli 2025 ini. Untuk masa jabatan saya sebagai Ketua Pengcab Pertina Kabupaten Simeulue, saya kirimkan apa sesuai atau tidak dengan pernyataan ketua KONI di media tolong sama-sama kita cermati,” tulisnya dalam surat tersebut.